Rabu, 02 Maret 2016

Tata cara beracara pada lembaga arbitrase

Laksana sebuah buku resep, tentu disana akan kita jumpai 2 jenis petunjuk yang tidak bisa dipisahkan antara bahan resep dan tata cara pembuatan resep tersebut. begitu pula dalam kamus hukum, ada dua jenis hukum, antara lain hukum fomil dan hukum materiil, kedua bagian tersebut akan membutuhkan satu sama lain untuk supremasi hukum.
Beralih dari lembaga litigasi yang terkesan kaku dan formal serta membutuhkan waktu yang lama dalam penanganan sengketa perdata, maka saat itulah jalur non litigasi dianggap sebagai jalur instan untuk alternative penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution) khususnya dalam mata kuliah ini yaitu arbitrase, walapun arbitrase sendiri merupakan lembaga non litigasi, namun ada juga tata cara beracara didalam arbitrse. ketentuan formil ini dapat ditemui pada undang – undang No. 30 Tahun 1999 tentang arbitrase pada ketentuan bab ke IV.
Sebelumnya arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Berikut analisa mengenai bentuk acara dalam arbitrase syariah yang tertuang dalam bab IV pasal 27 sampai 48 UU No. 30 Tahun 1999.
Pasal 27 berisi “Semua pemeriksaan dilakukan secara tertutup”. Maksudnya bahwa Asas pemeriksaannya dilakukan secara “tertutup” dalam setiap tahap. Mulai dari pemeriksaan statement of claim, statement of defence, dokumen, saksi dan ahli maupun oral hearing dengan para pihak. Begitu juga pemeriksaan setempat, semua dilakukan dengan pintu tertutup.
Pasal 28 mengenai Bahasa “Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia, kecuali Para Pihak memilih bahasa lain” maksudnya bahasa yg digunakan ialah bahasa Indonesia kecuali atas persetujuan para pihak.
Pasal 29 terdiri atas 2 ayat.  ayat 1 berisi “Para pihak mempunyai kesempatan yang sama untuk mengemukakan pendapat” maksudnya adalah Setiap pihak yang berselisih mempunyai hak yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing. Pasal 29 ayat 2 mengenai Kuasa “Para pihak dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus” jadi Setiap pihak yang berselisih mempunyai hak yang sama dalam mengemukakan pendapat masing-masing baik secara langsung maupun diwakili oleh kuasa hukumnya.
Selanjutnya Pasal 30 yaitu  “Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait dan keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui oleh arbiter majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan maksudnya Pihak ketiga dapat turut serta atau menggabungkan diri dalam pemeriksaan apabila terdapat kepentingan yang terkait, dan keikutsertaan tersebut disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui oleh Majelis Arbitrase yang memeriksa sengketa atau  Bergabungnya pihak ketiga dalam proses pemeriksaan sengketa dalam perkara perdata, dapat terjadi karena atas inisiatif sendiri, dapat juga karena ditarik masuk oleh salah satu pihak untuk ikut menanggung dalam pemeriksaan sengketa perkara perdata tersebut.
Pasal.31 ayat 1 “Para pihak dalam suatu perjanjian yang tegas dan tertulis, bebas untuk menentukan acara arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini” maksudnya para pihak dalam hal ini bebas untuk menentukan isi dari kontrak, termasuk pilihan hukumnya. Jadi dalam hal ini para pihak memiliki asas kebebasan berkontrak. Pasal 31 ayat  2 “Dalam hal para pihak tidak menentukan sendiri ketentuan mengenai acara arbitrase yang akan digunakan dalam pemeriksaan, dan arbiter atau majelis arbitrase telah terbentuk sesuai dengan Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, semua sengketa yang penyelesaiannya diserahkan kepada arbiter atau majelis arbitrase akan diperiksa dan diputus menurut ketentuan dalam Undang-undang ini” jadi Apabila para pihak tidak menentukan Acara Arbitrase yang digunakan maka Arbiter atau Majelis Arbitrase yang diangkat atau ditunjuk dapat menggunakan Acara Arbitrase yang dimaksud dalam UU Nomor 30 pasal 1999. Dan Pasal 31 ayat 3 “Dalam hal para pihak telah memilih acara arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus ada kesepakatan mengenai ketentuan jangka waktu dan tempat diselenggarakan arbitrase dan apabila jangka waktu dan tempat arbitrase tidak ditentukan, arbiter atau majelis arbitrase yang akan menentukanmaksudnya  Para Pihak yang memilih Acara Arbitrase sebagaimana dimaksud, harus menyepakati ketentuan jangka waktu dan tempat, jika tidak ditentukan, arbiter atau Majelis Arbitrase yang akan menentukan.
Pasal 32 terdiri atas 2 ayat. ayat 1 berisi “Atas permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase dapat mengambil putusan provisional atau putusan sela lainnya untuk mengatur ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa termasuk penetapan sita jaminan, memerintahkan penitipan barang kepada pihak ketiga, atau menjual barang yang mudah rusak. Dalam hal ini maksudnya adalah  Putusan Provisionil dan Putusan Sela lainnya Atas permohonan salah satu pihak, Arbiter atau Majelis Arbitrase dapat mengambil putusan provisional atau putusan sela lainnya untuk mengatur ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa. Pasal 32 ayat 2 “Jangka waktu pelaksanaan putusan provisionil atau putusan sela lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dihitung dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48” yaitu maksudnya Jangka waktu putusan provisional atau putusan sela  tidak dihitung dalam jangka waktu sebagaiamna dalam Pasal 48 yaitu selama 180 hari.


Pasal 33Arbiter atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya apabila:
a. diajukan permohonan oleh salah satu pihak mengenai hal khusus tertentu;
b. sebagai akibat ditetapkan putusan provisionil atau putusan sela lainnya; atau
c. dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase untuk kepentingan pemeriksaan.
Berarti dalam melaksanakan tugasnya mjlis arbitrase dapat memperpanjang dalam al tugasnya apabila terdapat tiga syarat diatas.
Pasal 34 terdiri ayat (1) Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan kesepakatan para pihak.jadi disini dapat disesuaikan sesuai dengan jenis persengketaan dan kesepakatan para pihak. Ayat (2) Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih, kecuali ditetapkan lain oleh para pihak.
Pasal 35 menjelaskan tentang Arbiter atau majelis arbitrase dapat memerintahkan agar setiap dokumen atau bukti disertai dengan terjemahan ke dalam bahasa yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitraseyang sudah disepakati.
Pasal 36  terdiri dari dua ayat yaitu ayat 1 dan ayat 2  yang menjelaskan tentang mempunyai maksud semua permalahan atau sengketa yang ada diajukan secara tertulis . dan apabila pemeriksaan secara lisan dikehedaki oleh arbiter atau para pihak maka pemeriksaan tersebut harus dialakukan agar mendapatkan kelancaran dalam ber acara.
Pasal 37 terdiri dari empat ayat yaitu ayat 1,2,3 dan 4  yang menjelaskan tentang tempeat penyelesaian sengketa yang ditentukan oleh seorang arbiter bila mana pihak yang bersengketa tidak menentukan tempatnya. Seoang arbiter yang mempunyai sifat netral dapat mendengarkan keterangan-keteranga dari masing-masing pihak yang bersengketa atau bisa mengadakan pertemuan diluar tempat arbiter diadakan. Pemeriksaan saksi-saksi tidak berbeda dengan acara sengketa lainnya yang mana pemeriksaan tersebut dilakukan didepan majelis arbiter dan diselanggarakan menurut ketentuan hukum acara perdata . dalm pemeriksaan acara arbritase, seorang arbriter dapat mengadakan pemeriksaan setempat atas barang atau objek yang telah dipersengketakan, apabila diangggap perlu para pihak akan dipanggil secara sah agar dapat hadir dalam pemeriksaan tersebut.
Pasal 38 terdiri dari dua ayat dan tiga huruf , yakni ayat 1, 2 dan huruf a,b,c. dimana didalmmnya menjelaskan tentang jangka waktu acara arbritase yang sudah ditetapkan arbiter maka pemohon harus menyampaikan surat tuntutannya oleh arbriter, didalam surat tuntutannya tersebut harus memumuat sekurang-kurangnya nama lengkap,kedudukan para pihak, uraian singkat tentang sengketa dan isi tuntutan yang jelas dan ini tidak berbeda dengan hukum acara lainnya..
Pasal 39 didalmnya memuat setelah arbiter menerima surat tuntutan dari pemohon , maka arbiter atau majelis arbiter harus menyampaikan salinan surat tuntan untuk termohon dengan melampirkan perintah termohon harus menanggapi dan memberikan jawabannya secara tertulis dalam jangka waktu 14 hari setelah salinan disampaikan kepada termohon.
Pasal 40 terdiri dari dua ayat yakni 1,2, yang menjelaskan tentang apabila termohon suddah membberikan jawabannya atas perintah arbiter atau majelis arbiter , salinan jawaban tersebut harus diserahkan kepada pemohon. Bersamaan dengan jawaban yang telah diberika kepad termohon, arbitrer atau majelis arbritasi memerintahkan agar pihak atau kuasa merekan menghadap dimuka umum persidangan yang ditetapkan paling lama 14 hari terhitungmulai hari kapan dikeluarkannya perintah itu.
Pasal 41 yang maksudnya apabila lebih dari 14 hari termohon tidak menyampaikan jawabannya secara tertulis, maka termohon atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadap dimuka persidangan arbitrase yang ditetpakn paling lama 14 hari terhitung dari dikeluarkannya surat perintah itu.
Pasasl 42 terdapat dua buah ayat yakni ayat 1dan 2 yang mempunyai maksud seperti persidangann pada umumnya setelah adanya suatu putusan daari siding pertama termohon diberi kesempatan untuk mengajuka tuntutan dan terhadap tuntutan tersebut pemohon diberi kesempatan untuk menanggapiny, dan tuntun yang telah diberikan oleh termohon akan diperiksa oleh arbiter bersama-sama dengan pokok sengketa.
Pasal 43 yaang maksudnya apabila dalam jangka waktu 14 hari pemohon tanpa adanya alasan yang tidak sah dan tidak menghap , dan telah dipanggil secara patut surat tuntunnya dianggap gugur dan tugas arbiter dianggap selesai.
Pasal 44 ayat 1 Ketidakhadiran Termohon yaitu Apabila tanpa alasan yang sah Termohon tidak datang, sedangkan telah dipanggil secara patut, maka dipanggil sekali lagi - Paling lama 10 hari setelah pemanggilan kedua diterima Termohon, Pasal 44 ayat 2  jika termohon dan tanpa alasan yang sah tidak hadir dipersidangan, maka pemeriksaan dilanjutkan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan atau tidak berdasar hukum.
Pasal 45 ayat 1 adalah Upaya Perdamaian Pada hari pertama persidangan yang dihadiri Para Pihak, Arbiter atau Majelis Arbitrase mengusahakan Perdamaian. Pasal 45 ayat 2
 Jika perdamaian tersebut tercapai, Arbiter atau Majelis membuat suatu Akta Perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan Perdamaian tersebut.
Pasal 46 ayat 1 Pemeriksaan Arbitrase Dilakukan apabila Perdamaian diantara Para Pihak tidak berhasil  dan kemudian dalam Pasal 46 ayat 2 bahwa Para Pihak diberi kesempatan untuk: menjelaskan secara tertulis pendirian masing-masing disertai bukti yang dianggap perlu dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Arbiter atau Majelis. kemudian Arbiter atau Majelis berhak meminta penjelasan tambahan secara tertulis, dokumen atau bukti lain yang dianggap perlu dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Arbiter atau Majelis Arbitrase Pasal 46 ayat 3.
Pasal 47 ayat 1 Pencabutan dan Perubahan Tuntutan bahwa Sebelum Termohon menyampaikan Jawaban, Pemohon dapat mencabut Surat Permohonan untuk menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase  dan Pasal 47 ayat 2 Jika sudah ada Jawaban dari Termohon, maka perubahan atau penambahan hanya diperbolehkan dengan persetujuan Termohon dan sepanjang hanya menyangkut fakta, bukan menyangkut dasar-dasar yang menjadi dasar permohonan.
Pasal 48 ayat 2 Lama Pemeriksaan yaitu paling lama 180 hari sejak arbiter atau Majelis Arbitrase terbentuk (Pasal 48 ayat 1) dan Dapat diperpanjang dengan persetujuasn para pihak.
Kesimpulan
Secara garis besar kesimpulan yang dapat diambil mengenai tata cara beracara di Arbitrase syariah yaitu meiputi: Pemeriksaan, pihak ketiga, asas kebebasan berkontrak, Memerintahkan Para Pihak Hadir, apabila Salah Satu Pihak Tidak Hadir, Pihak Claimant (seorang yang membuat tuntutan atau penggugat) Tidak Hadir, Pihak Respondent tidak hadir dan Majelis Mengusahakan Perdamaian dan yang terakhir mengenai jangka waktu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar